Sekitar tahun 1995, kata Mama itu saat pertamaku dikerjain sama Mbak Utik…haha..sial! Gara – gara ngefans ma ikan aku jadi kena getahnya! Waktu itu kita lagi di RM Tengger, Jawa Timur. Seperti anak – anak kecil pada umumnya, aku dan Mbak Utik keluyuran bolak – balik gak jelas..haha. Skenarionya…
MU: “Nis, sini! Itu ikannya banyak!” (sambil menunjuk kea rah kolam ikan)
Karena kemampuan berpikir yang belum berkembang dan belum rasional, akhirnya aku menghampiri Mbak Utik.
MU: “Eh, kamu suka ikan kan? Tuh, diambil aja…”
Dengan wajah bego aku cuman ngeliatin ikan yang dengan riang renang-renang…
AQ: “Gamau, kolamnya dalem…”
MU: “Enggak dalem kok. Coba masuk dulu, ntar aku ikut deh…”
Sebodoh-bodohnya seorang adik mungkin gak bakal melakukan hal segila ini.
AQ: “Takut ah. Dalem.”
MU: “Udah cepetan! Gak dalem kok…” (sambil ndorong2)
Sedikit demi sedikit lama – lama menjadi bukit… Dorongan yang lemah sekalipun, kalau dilakukan berulang – ulang bisa menyebabkan TERPELESET! Byurrr!!! Wah, sialan! Bayangin seorang anak berumur 3 tahun berada dalam kolam yang bukan miliknya. MALUUU!!!
Lupa akan janjinya, Mbak Utik malah lari menjauhi kolam dan gak kembali… Setelah tangisan berkesinambungan, tatapan menahan tawa dari para pengunjung RM. Tengger, aku mencoba bangkit; memanjat tepikolam yang setinggi gunung itu…sial! Anak kecil bermuka merah ini menapaki koridor restoran, mencoba menemukan dimana orangtuanya.
AQ: “Ma, nisa basah…”
Mata mama langsung terbelalak antara marah dan tawa; dua pilihanyang sangat kontroversi saat anaknya mengalami musibah keisengan.
Mama:” Lho? Kok bisa basah??”
AQ: “Kecebur kolam…”
Mama: “Ngapain nyebur kolam?”
AQ: “Disuruh Mbak Utik…”
Setelah ini aku gak begitu ingat apa yang terjadi, tapi kayaknya Mbak Utik enggak dimarahin. Mungkin Mama dan Papa masih memaklumi apa yang terjadi. “Biasalah, namanya juga anak kecil”
Arrrggghhh!!! Sayangnya Mama dan Papa enggak tahu apa dampak ‘enggak marahin’ untuk masa depan keselamatanku sebagai adik. Huaaaa…
Beberapa tahun setelah insiden kolam ikan, seumur hidup baru kali ini aku merasa MENANG melawan Mbak Utik..HAHAHA!!! Pasti enggak ada anak kecil yang memiliki kegeniusan seperti ini semasa hidupnya!! Wuzz…
Pertarungan tetap seri sampai akhirnya, sebuah teklek (sandal kayu yang buat di dapur) teraih oleh sang Kakak; diayunkan tepat ke bagian belakang kepala si Adik…’Cethakk!!!’ dari bunyinya udah kebayang rasa sakitnya kayak apa. Akhirnya pertarungan ini dimenangkan oleh sang Kakak yang meninggalkan ruangan dengan wajah puas sementara adiknya tergeletak menangis kesakitan dengan telapak tangan yang mebalut kepalanya.
Sendirian tengkurep di lantai dengan kepala benjol, kira – kira apa yang dirasakan si Kecl ini?
1. Sakit luar dan dalam
2. Kecewa karena kalah
3. Dendam
4. Marah, dan berbagai macam perasaan lainnya yang tidak terhitung jika diungkapkan dalam satu cerita.
Apa yang harus dilakukan anak malang ini???
Haruskan ia lari ke kamar dan gak pernah keluar sampai sang Kakak minta maaf? Tapi menurut sejarah, sang Kakak memang enggak pernah minta maaf atas keisengannya.
Atau mungkin marah pada sang Kakak dan minta pertanggungjawaban??? Mau marah apa enggak kayaknya enggak bakal ngefek ke sang Kakak, lagian minta pertanggungjawaban apa? Emang sang Kakak bisa mbetulin kepala benjol? No way!
Ya udah, telpon Mama Papa aja gimana? Enggak mungkin! Belum tahu bakat sang Kakak kalo ngeles ma ortu..bisa senjata makan tuan kalo gini caranya!
Atau…hmmm…itu botol apa ya??? Tiba – tiba pandangan si Kecil tertuju pada botol kecil dengan tutup warna merah bertuliskan “Pewarna Kue; Merah Tua” Huahuahua . . . “tiada ampun bagimu, kakak!”
Tanpa pikir panjang, si Kecillangsung menuang isi botol itu ke kepalanya yang saat itu terlihat seperti buar pir. Nyesss…cairan merah langsung merembes; melumuri setiap helai rambutnya dan menjalar ke bajunya yang berwarna terang, bagaikan darah segar yang memancar keluar dari pembuluh darah.
Di dalam, hatinya puas! Tapi di luar, wajah terluka dan kesakitan masih terekspose…hahaha…kira – kira gimana ya reaksinya?
Dengan langkah sunyi, si Kecil menuruni tangga untuk menuju kamarnya, ia mengendap – endap mencari moment yang tepat untuk mempelihatkan dirinya yang udah kayak korban kecelakaan, hahaha…sang Kakak sedang nonton TV tuhh. Isakan tangis palsu mulai terdengar menggetarkan ruangan, pandangan sang Kakak akhirnya tertuju pada adiknya. TADAAA….
Si Kecil berlari ke kamarnya; dengan cepat memendam mukanya ke bantal. Tiba – tiba muncul suara ayunan pintu terbuka.
“Nis, maaf ya?” terdengar suara sang Kakak dengan nada menyesal.
Tanpa mengangkat mukanya si Kecil langsung menjawab, “Enggak mau! Mbak Utik Jahat ma Nisa!”
“Maaf, nis. Aku enggak akan ngulang lagi wis”
“Dari dulu bilang kayak gitu tapi ngulangggg terus!” kata si Kecil sambil menaikkan wajahnya dari permukaan bantal. Sambil mengusap benjolan di kepalanya ia berkata, “Tuh, liat!!!”
Melihat tangan si Kecil merah berlumuran ‘darah’ sang Kakak reflex berlutut dihadapan adiknya. “Hah? Nis, ayo ke Rumah Sakit! Maaf nis, ayo itu diobatin!”
Dalam hati si Kecil ia sedang lonjak – lonjak dengan senang, menikmati tingkat kepuasan maksimal!!! Gimana enggak? Ini adalah moment berharga dalam hidupnya!
“Enggak mau! Biar Mbak Utik dimarahin Papa nanti!!!”
“Nisa, Mbak Utik minta maaf ya? Tadi lagi marah, maaf ya, nis? Ayo, itu diobatin”
“Enggak mau!!!” teriak si Kecil. “Salah sendiri kenapa tadi mukul!!!”
“Iya, nis, Mbak Utik minta maaf. Mbak Utik enggak bakal mukul lagi. Maaf ya, nis”
Bagaikan seorang hakim yang sedang mengadili terdakwa, si Kecil tetap teguh pada pendiriannya; menolak untuk diberi pengobatan. Sampai akhirnya hatinya mulai luluh, sudah bosan dengan kepuasan. Menurut dirinya, membuat kakaknya bertekuk lutut dihadapannya, memohon pengampunan, itu sudah melebihi rekor dunia penyiksaan saudara…hahaha…
Akhirnya,
“Ya udah, Nisa maafin,” kata si Kecil. “Tapi jangan mukul lagi..!!”
“Iya, nis..janji.. Sekarang diobatin yukk!”
Si Kecil cuman tersenyum, “Udah enggak sakit kok”
“Tapi diobatin, Nis..!! Itukan berdarah”
“Enggak usah! Orang cuman benjol kok..” suara si Kecil mulai berubah, ada sedikit tawa yang tertahan di pita suaranya.
“Lha itu?” sahut sang Kakak sambil menunjuk noda ‘darah’ di baju si Kecil.
Si Kecil melihat ke bajunya; dengan tenang ia berkata, “Oh, ini? Inikan pewarna kue.”
“Hah?! Terus? Berarti tadi?” sang Kakak melontarkan wajah tercengang dengan bingung.
“Iya..cuman boongan!!!” jawab si Kecil dengan puas.
Muka sang Kakak langsung merah menahan malu, di benak si Kecil, ia melihat semburan asap keluar dari telinga sang Kakak.
“TAU GITU AKU GAK MINTA MAAP!!!!” sang Kakak langsung beranjak; diiringi suara pintu yang menggelegar, ia keluar kamar.
Si Kecil berteriak, “HAHAHAHAHA!!!! INI BARU MENANGGG!!!”
Ada lagi kenangan bersama Mbak Utik yang enggak bisa dilupain…hahaha. Waktu SMP kelas 1, aku dapet motor baru; SupraX warna merah. Suatu sore yang cerah, kita lagi asyik – asyiknya test drive motor baru, biasalahhh. Waktu itu, yang nyetir Mbak Utik duluan, kita menelusuri jalan kampung yang berbatu – batu, sampai tiba – tiba motornya berhenti dan enggak mau jalan.
Aku melihat ke bawah, “Enggak tahu. Kok tau – tau berhenti?” Setelah dilihat-lihat, “Mbak Utik, rodanya nyangkut. Ada batu tuh.”
“Lha, terus gimana?”
“Di gas aja, ntar juga jalan,” jawabku.
Situasi seperti ini harap dilalui dengan ketenangan karena membutuhkan perkiraan jumlah gas yang cukup untuk terbebas dari batu tersebut. Namun, ternyata gas tidak cukup, kasus ini perlu perhatian ekstra.
“Hah! Nis, Itu lihat!” kata Mbak Utik sambil menunjuk kea rah rumah dimana motor SupraX-ku nyangkut.
Ternyata ada hewan berkaki empat yang sangat ditakuti Mbak Utik…Anjing.
Mbak Utik langsung menggoyang-goyangkan motornya ke depan biar bisa jalan, tapi usahanya kurang memadai. Akhirnya, aku turun dari motor dan ndorong motornya dari belakang, tiba – tiba….WUZZZZZZZZ………………..motor melaju dengan cepat, Mbak Utik pergi dengan motor baruku tanpa melihat ke belakang. SIALAN…!!!
“MBAK UTIK!!! MBAK UTIK!!!” setelah dipanggil-panggil, Mbak Utik tetep enggak balik. Sumpah sialan tu anak! Gak sadar adeknya ketinggalan!!! Udah dibantuin ndorong, malah pergi seenak jidatt!! Sial!
Kesialanku belum berhenti disitu, tiba – tiba pandanganku terhenti di hewan berkaki empat tadi. Waduhh! Mati nihh!! Bayangin aja, sendirian di jalan setapak di pinggir sawah, having eye-contact sama anjing gahar! Jantung serasa mau mencuat keluar..!! Sialan banget ni kakak! Aku melihat kea rah anjing itu lagi, tau – tau anjingnya mulai ngonggong!!!
“Gukk!! Gukk!!”
Kakiku udah enggak bisa gerak, tapi tak paksa pelan – pelan jalan mundur. Wah, sial! Anjingnya ngikutin! Eh, parahnya lagi, ternyata gonggongan yang tadi itu bukan buat nakutin! Tapi itu ngonggongan yang buat manggil temennya!!!! GILA!!! Tau – tau ada dua anjing lagi dateng dan bareng – bareng jalan ke arahku. Sial nihh!!! Gimana coba!! Kalo lari malah dikejar, kalo enggak lari…huaaa…bingung!
Ketiga anjing itu tetep jalan ke arahku, kayak di film – film itu…wah, jangan – jangan aku jadi mangsa nihh.. Sumpah ini kayak episode National Geographic di TV itu. Gila, gila, gila!!! Malah Mbak Utik enggak balik – balik lagi! Masa sekejam itu ma adiknya sendiri! Butuh waktu berapa lama sih biar sadar kalo adeknya ketinggal!!! Enggak ada orang lagi di sekitar sini!!!
Busett..gak mungkin nihh..gak mungkin bertahan di posisi dikejar pelan – pelan sama anjing. Waduhh, gimana ya? Akhirnya, aku liat ke bawah, eh, ada batu…lumayan, senjata ringan biar anjingnya pergi. Tanpa pikir panjang, aku langsung ngambil sengenggam batu dan langsung tak lempar ke arah tu anjing! Sial..!! bukannya pergi, anjingnya malah ngonggong keras banget; buruknya, jalan ke arahku tambah cepet lagi! Arrrrggghhh!!! Denger temennya ngonggong, kedua anjing lainnya ikut ngonggong! Sialan!!!! Jangan ikut-ikutan dunk!!! Kan aku cuman ngelempar satu anjing, kok tiga-tiganya marah???!!! Kayaknya harus cari tempat yang ramai nihh..harus kembali ke jalan aspal yang saat itu letaknya lumayan deket, tinggal lari dikit. Tapi kalo lari, para anjing sialan ini pasti ngejar! Kakiku cuman dua, lha kakinya dia empat, ada tiga anjing lagi…jadi 12 deh! Sial..Sial..Sial..!!! Gimana nih!
Gak ada pilihan lain…akhirnya aku memutuskan buat lari…Sengenggam batu yang udah tak peluk – peluk dari tadi akhirnya tak lemparin semua! Entah kena si Anjing ato enggak aku langsung lari..!! Karena ada distraction dari batu tadi, anjing – anjing ini larinya agak terlambat. Tapi tetep aja..aku ngos-ngosan lari tergopoh – gopoh kea rah jalan raya! Sampai tiba – tiba ada moncong roda yang kelihatan di tikungan jalan di depanku. Hah!!! Itu motorku!!!! Ada nenek sihir kejam yang naik di atasnya! Akhirnya balik juga ni anak!!! Mbak utik datangggg!!! Gak bisa ngebayangin betapa aku merasa terselamatkan!!! Aku langsung naik ke motor dan Mbak Utik ngebut menjauhi para anjing yang baru aja kehilangan mangsanya.
“Darimana aja sihh!!! Lama bangettt!!! Aku dikejar anjing taukkk!!! Sial e, Mbak Utik itu!!” aku marah – marah ke Mbak Utik yang ekspresi mukanya enggak ada prihatinnya sama sekali.
“Maaf, Nis,” katanya santai. “Aku enggak tau nek kamu turun.”
Sambil terengah – engah aku bilang, “Kok enggak balik – balik!!! Kemana aja???”
“Tak kirain kamu udah di rumah!”
Sumpah! Bego banget! Mana bisa jalan ke rumah secepet itu! Yang pake motor kan Mbak Utik!! Sumpah! Logikanya dimana ituuu!!!!
“Lagian kamu ngapain turun?” Mbak Utik malah mbentak.
Arrrrggghhh! Ngajak ribut ni anak! “Ndorong motor!!! Emangnya tadi bisa jalan gara – gara apa!!!”
Eh, seenak jidat Mbak Utik malah ketawa. “Hah? Iya to?” jawabnya. “Terus gimana tadi?”
Haduuuhhh, males banget nyeritainnya…arrrggghhhh!!!
Bagi siapapun yang membaca, harap jangan ditiru. Pelaku semua hal – hal bodoh ini udah professional..!! Jadi jangan diterapkan dalam persaudaraan. Ini hanya segelintir kisah dari ribuan kenangan pasangan kakak beradik yang susah akur. Mulai dari sang Kakak yang punya phobia gelap dan phobia anjing, sampai si Kecil yang selalu menjadi korban keisengannya dan sekaligus menjadi pelindungnya dalam menghadapi bahaya seperti kegelapan (nemenin Mbak Utik tidur di malam hari). Banyak orang bilang, “harusnya yang kecil tuh yang jadi kakaknya”. Tapi menurutku, itu semua udah takdir. Mungkin sang Kakak punya keahlian lain yang enggak dimiliki si Kecil, seperti menyemangati saat si Kecil lagi down and troubled. Walaupun secara fisik si Kecil lebih besar dan kuat, secara batin mungkin sang Kakak lebih jago (enggak juga sih) Anyway,inilah kenangan kami, harap maklum…hahaha.