Welcome to My Blog!

Hey, what's up, visitor! Hope you guys enjoy what you're doing here. Please leave you comment and say what you need to say. If you have anything for my blog, feel free to send it to:
anisa.khoiria@gmail.com
I'll be waiting for ya!!!
Enjoy...

Friday, March 11, 2011

I Built My Own Birthday Cake...


It's kinda ruined becauseI filled up the pan, believe it or not, it tastes good...haha... Spent 6 eggs and 150 grams of butter, and a bottle of strawberry jam, but it's all worth it..

* I sort of burned the bottom part though, but whatever...hahaha

LOL

Old Is A Destiny, Mature Is A Duty

 “Being old is a destiny but being mature is a duty,” my sister said that last year on my 18th birthday, I kept recalling it until this day comes and she didn’t say that again, probably she knew that I will always remember it. March 12th 2011, I’m 19 years old now, still trying to figure out who I am and what to do with my life. Too bad, I’m still thinking about that. Sometimes I think, “When am I gonna stop thinking about all these things and come up with an answer?”
 Well, how old I’m going to be until I find out what the answer is? Could be tomorrow, or the next day, or the next day, hopefully the next 100 years. Trying to remember what I’ve been doing for the last 18 years of my life, I’m going back through the sand of time, collecting whatever I’ve got.
 I was in high-school last year, but now I’m in college, preparing myself to be a good doctor. That’s a step up, I guess. How many friends I had last year? Well, I don’t know, but look at your friends now! They’re all wonderful and for sure, I have more friends than last year. Look at Dad; he got what he always dreamed of, I’m happy for that. I’ve never seen Dad do happy until today. This year I could came up with my own decision to make-up my score, which I’ve never done before. The truth is, I could never mention everything that I’ve got from last year, because there’s too much.
 It’s true that I am never able to change the past, but I can always fix it, things keep changing, nothing’s permanent except change. It made me realize that, I would never stop thinking about who I am and what I’m gonna do with my life? As long as I live, that’s what I’ll think about, it’s who I am. It doesn’t matter how much I got from last year, but it does matter what I’m gonna achieve this year. This moment I sing to myself…finding words that means so much to me…

MY WISH
Rascal Flatts

I hope that the days come easy and the moments pass slow,
And each road leads you where you want to go,
And if you're faced with a choice, and you have to choose,
I hope you choose the one that means the most to you.
And if one door opens to another door closed,
I hope you keep on walking till you find the window
,
If it's cold outside, show the world the warmth of your smile,

But more than anything, more than anything,
My wish, for you, is that this life becomes all that you want it to,
Your dreams stay big, and your worries stay small,
You never need to carry more than you can hold,
And while you're out there getting where you're getting to,
I hope you know somebody loves you, and wants the same things too,
Yeah, this, is my wish.

I hope you never look back, but you never forget,
All the ones who love you, in the place you left
,
I hope you always forgive, and you never regret,
And you help somebody every chance you get,
Oh, you find God's grace, in every mistake,
And you always give more than you take.

But more than anything, yeah, and more than anything,
My wish, for you, is that this life becomes all that you want it to,
Your dreams stay big, and your worries stay small,
You never need to carry more than you can hold,
And while you're out there getting where you're getting to,
I hope you know somebody loves you, and wants the same things too,
Yeah, this, is my wish.

My wish, for you, is that this life becomes all that you want it to,
Your dreams stay big, and your worries stay small,
You never need to carry more than you can hold,
And while you're out there getting where you're getting to,
I hope you know somebody loves you, and wants the same things too,
Yeah, this, is my wish.

This is my wish
I hope you know somebody loves you
May all your dreams stay big


Thursday, March 3, 2011

10 Things I Hate About Myself

I hate the way I talk to you whenever I’m nervous because I always babbling so fast that I couldn’t stop.

I hate the way that I never complain about how you drive my car

I hate the way I could never tell how I feel about you and how I feel about myself

I hate it the way I laugh when you’re driving me crazy with all your jokes and every time you win the argument

I hate it when I make you feel bad because I never ask anything from you

I hate it that I’m not as good as you are in anything that I couldn’t mention

I hate the way I say “always” whenever you say “forever”

I hate the way I can’t stop smiling every time I see your face

I hate it when I make you cry; even worse knowing the fact that I don’t want to hurt you

But mostly, I hate the way I don’t hate you, not even close, not even a little bit, not even at all.

Tak Ada Yang Lebih Hebat Dari Beliau

Sayangnya, telah terhapus dari ingatanku kapan peristiwa ini terjadi. Satu – satunya saat dimana kedua mataku terbuka akan takdir yang telah diberikan Tuhan kepadaku.

“Mau setinggi apa cita – citanya, perempuan itu ujung-ujungnya cuman jadi Ibu!” suatu kalimat yang serasa menusuk dipikiranku. Entah kenapa pernyataan ini sungguh mengganggu. Apa yang salah?

Suara kendaraan berlalu lalang disekitarku seakan mengiring perjalananku bersama Mama untuk membeli bahan – bahan persiapan Pengukuhan Guru Besar Papa. Kadang aku heran dengan sikap Mama, kenapa tak pernah terlintas sedikitpun sifat kompetitifnya? Biasanya aku melihat Mama dan Papa bergaul dengan teman suami istri yang tingkat pendidikannya hampir sama. Tapi melihat Mama dan Papa, ada sesuatu yang berbeda.

“Mah,” sahutku.

Mama menengok ke arahku, menyampaikan rasa penarasannya melalui alur – alur di wajahnya.

“Mama bahagia nggak?” tanyaku. “Papa-kan udah jadi Proffesor?”

Dengan senyuman serentak, “Ya jelas bahagia dong! Masa enggak bangga suaminya jadi proffesor?”

Tanpa melihat senyuman Beliau, aku langsung melontarkan pertanyaan keduaku, memang agak krusial, tetapi aku ingin tahu apa sudut pandang Mama tentang ini. “Apa Mama enggak pernah merasa gimana gitu? Papa-kan professor, Mama lulusan UGM tapi enggak ngajar di UGM.”

Mama cuman terdiam, seakan tidak mengerti apa yang aku tanyakan.

Akhirnya aku menanyakan kalimat yang menusuk itu, ”Kenapa banyak istri – istri temennya Mama Papa yang bilang ’ Mau setinggi apa cita – cita perempuan itu, ujung-ujungnya cuman jadi Ibu’?”

Setelah mendengar pertanyaanku, Mama tersenyum lagi. ”Mana yang menurut Nisa lebih baik?” tanya Beliau. ”Jadi ibu, punya karier yang buaguss, tapi anaknya ditinggal? Atau jadi ibu yang mengorbankan kariernya sebentar saja untuk bersama anak – anaknya?”

Refleks aku memilih yang kedua. Tapi kemudian aku bertanya lagi, ”Kenapa wanita lebih bangga dengan kariernya? Entah itu dokter, business woman, artis, dll?”

”Nah, sekarang, mana yang lebih sulit?” Mama bertanya lagi. “Jadi Dokter atau jadi Ibu?“

Aku berpikir, mungkin menurut realitaku, jadi dokterlah yang lebih sulit, sehingga tanpa pikir panjang, aku menjawab, “Jadi dokter.“

“Kenapa dokter?“

“Ya soalnya rumit, Ma. Kan harus sekolah dulu dan sebagainya.“

“Jadi ibu sekolah enggak?“

“Enggak“

“Nah, itu dia,“ jawab Mama.

Tapi aku masih bingung apa maksudnya. Dengan kening berkerut aku bertanya,“Lho kok? Maksudnya?“

Mama cuman tersenyum,“Banyak orang bisa jadi dokter, karena ada yang membimbing, kalau udah selesai sekolah, dapat gelar.“

“Lha terus?“

“Dimana Nisa bisa belajar jadi seorang ibu?“ Mama bertanya.

Kali ini aku benar – benar enggak bisa jawab, jadi ibu itu enggak ada sekolahnya, untuk jadi ibu kita harus langsung jadi ibu. Namun, aku masih mencari – cari jawaban, siapa tahu memang ada cara mudah untuk menjadi ibu. “Ya belajar sama Mama dong.“

“Iya kalau Mama bisa, kalau enggak?“

Aku semakin bingung dihujani pertanyaan – pertanyaan yang berliku – liku. Kenapa enggak bilang aja apa jawabannya?

“Yang bisa jadi ibu untuk anak – anak Nisa nanti ya cuman Nisa. Mama nggak bisa mengajarkan, Nisa harus belajar sendiri,“ jawab Mama.

”Kenapa, Ma?” saat itu aku mulai diselimuti ketakutan, entah ketakutan akan apa, aku enggak bisa menjelaskan kenapa takut.

. “Mama cuman bisa nunjukin jalannya ke Nisa, selanjutnya, terserah Nisa mau melewatinya gimana, asalkan Nisa bisa membawa anak – anaknya Nisa ke jalan itu.”jawab Mama lagi. ”Jalani aja kehidupan Nisa sesuai apa yang ditakdirkan saat ini,” ujar Mama lagi.

”Nisa tahu, ma. Jadi ibu itu enggak gampang, tapi kenapa Nisa jarang lihat perempuan yang seneng jadi ibu? Kalo suaminya berkarir atau dapet gelar, dia pasti iri dan pengen dapet gelar juga,” jawabku.

”Orang itu beda – beda, Nisa. Ada yang rela berkorban dan ada juga yang enggak. Nah, Nisa termasuk yang mana?” tanya Mama.

”Menurut Mama yang mana?” aku balik bertanya.

”Ya, semua itu kembali ke Nisa,” ujar Mama. ”Kalau Nisa percaya Allah tidak akan memberikan apapun kepada umat-Nya kecuali jika sudah siap menerima, ya berati Nisa termasuk yang rela berkorban.”

Inilah pertama kali aku mendapat kata – kata penuntun dari Mama. Allah tidak akan memberikan apapun kepada umat-Nya kecuali jika sudah siap untuk menerima. ”Gimana Nisa bisa tahu kalau Nisa udah siap?” aku bertanya lagi.

”Ya, selama ini Nisa berdoa apa?”

“Doanya banyak, Ma“

“Sebutin satu aja deh,“ kata Mama.

Akupun berpikir, doa apa yang akan kupilih sebagai contoh. ”Ya, jadi orang yang beruntung, deh.”

”Lha sekarang udah beruntung belum?”

“Enggak tahu, Ma,“ jawabku. “Hidup aja kan udah bisa dibilang beruntung.“

“Ya, yang spesifik lagi deh,“ ujar Mama.

”Dapet nilai A selama satu semester ini,” jawabku langsung.

”Udah dapet A semua belum?”

Aku langsung memasang muka gundahku, ”Belum, Ma.”

Entah kenapa Mama langsung ketawa, “Ya berarti belum siap. Mungkin masih harus banyak belajar atau mungkin emang ada suatu alasan Nisa belum bisa dapat A, dan alasan itu Nisa belum atau enggak tahu.“

Tapi sebelum Mama memulai pertanyaan barunya, aku mulai mengerti, Mama termasuk wanita yang rela berkorban. Mengurus tiga orang anak bukan hal yang mudah, Papa juga enggak mungkin melakukannya sendirian. Papa perlu Mama. Bisa aja Mama lebih memilih untuk sekolah S2, S3, atau bahkan sampai proffesor juga, tapi seandainya Mama memang memilih jalan itu, Papa enggak mungkin berdiri di podium pada tanggal 24 Februari 2011 membacakan naskah pidato pengukuhannya dihadapan para dewan penilai Universitas Gadjah Mada, para tamu undangan, dan juga keluarganya. Air mata mulai menetes ke pipiku saat terkenang pembicaraan dengan Mama saat itu.

Di ujung ruangan, barisan pertama, Mama terduduk diam, dengan busana berwarna merah tembaga Beliau menatap pria podium berbalut toga dengan kumis tebalnya yang telah tersemir hitam. Air mata haru tampak mengalir di sekujur pipi Mama. Limpahan air mata yang semakin deras bagaikan air terjun Niagara seraya Papa menamai Mama sebagai istri tercantik dan luar biasa. Pengorbanan Mama untuk Papa menjadi bagian terbesar dari pencapaian ini. Seandainya Mama tidak melirik sedikitpun, Papa tidak akan menjadi guru besar pada usia semuda ini.

Sebenarnya apa yang harus dibanggakan dalam diri perempuan? Jika ada jiwa pengorbanan dalam dirinya, apapun bisa dibanggakan, bahkan bisa diandalkan. Mana yang harus perempuan pilih? Karier atau menjadi Ibu? Kenapa harus memilih? Kita bisa jadi dua – duanya, tidak perlu memilih. Seperti yang telah disampaikan berulang – ulang, Allah tidak akan memberikan apapun kepada umat-Nya kecuali jika sudah siap untuk menerima.

Ucapkanlah kalimat ini saat kita berdoa, memohon petunjuk kepada-Nya. Tidak peduli apa yang dikatakan orang lain, aku telah membuat kalimatku sendiri, “Mau setinggi apa cita – citanya, perempuan pasti bisa jadi Ibu!”

Thursday, February 3, 2011

Demon and Evil...


 Sekitar tahun 1995, kata Mama itu saat pertamaku dikerjain sama Mbak Utik…haha..sial! Gara – gara ngefans ma ikan aku jadi kena getahnya! Waktu itu kita lagi di RM Tengger, Jawa Timur. Seperti anak – anak kecil pada umumnya, aku dan Mbak Utik keluyuran bolak – balik gak jelas..haha. Skenarionya…
MU: “Nis, sini! Itu ikannya banyak!” (sambil menunjuk kea rah kolam ikan)
 Karena kemampuan berpikir yang belum berkembang dan belum rasional, akhirnya aku menghampiri Mbak Utik.
MU: “Eh, kamu suka ikan kan? Tuh, diambil aja…”
 Dengan wajah bego aku cuman ngeliatin ikan yang dengan riang renang-renang…
AQ: “Gamau, kolamnya dalem…”
MU: “Enggak dalem kok. Coba masuk dulu, ntar aku ikut deh…”
 Sebodoh-bodohnya seorang adik mungkin gak bakal melakukan hal segila ini.
AQ: “Takut ah. Dalem.”
MU: “Udah cepetan! Gak dalem kok…” (sambil ndorong2)
 Sedikit demi sedikit lama – lama menjadi bukit… Dorongan yang lemah sekalipun, kalau dilakukan berulang – ulang bisa menyebabkan TERPELESET! Byurrr!!! Wah, sialan! Bayangin seorang anak berumur 3 tahun berada dalam kolam yang bukan miliknya. MALUUU!!!
 Lupa akan janjinya, Mbak Utik malah lari menjauhi kolam dan gak kembali… Setelah tangisan berkesinambungan, tatapan menahan tawa dari para pengunjung RM. Tengger, aku mencoba bangkit; memanjat tepikolam yang setinggi gunung itu…sial! Anak kecil bermuka merah ini menapaki koridor restoran, mencoba menemukan dimana orangtuanya.
AQ: “Ma, nisa basah…”
 Mata mama langsung terbelalak antara marah dan tawa; dua pilihanyang sangat kontroversi saat anaknya mengalami musibah keisengan.
Mama:” Lho? Kok bisa basah??”
AQ: “Kecebur kolam…”
Mama: “Ngapain nyebur kolam?”
AQ: “Disuruh Mbak Utik…”
 Setelah ini aku gak begitu ingat apa yang terjadi, tapi kayaknya Mbak Utik enggak dimarahin. Mungkin Mama dan Papa masih memaklumi apa yang terjadi. “Biasalah, namanya juga anak kecil”
 Arrrggghhh!!! Sayangnya Mama dan Papa enggak tahu apa dampak ‘enggak marahin’ untuk masa depan keselamatanku sebagai adik. Huaaaa…

 

Beberapa tahun setelah insiden kolam ikan, seumur hidup baru kali ini aku merasa MENANG melawan Mbak Utik..HAHAHA!!! Pasti enggak ada anak kecil yang memiliki kegeniusan seperti ini semasa hidupnya!! Wuzz…

 Menjelang Maghrib, di dapur, dua bersaudara ini sedang main – main dengan damainya. Sampai suatu saat ada sebuah konfik (sampai sekarang belum terpecahkan apa penyebabnya) seingatku sih tentang siapa yang kalah waktu maen…haha…gak penting..pokoknya ada konflik. Beruntunglah anda karena tidak berada di ruangan yang sama saat itu, bayangin kalo kucing lagi kawin..berisiknya kayak gitu, bedanya, ini bukan kawin, melainkan BERANTEM! Dari cambak – cambakan, pukul – pukulan, sampai cakar – cakaran ada semua disini! Film action yang masuk Box Office aja kalah!! Rugi tuh filmnya, coba ada adegan kayak gini..pasti tambah laku..hehe..
 Pertarungan tetap seri sampai akhirnya, sebuah teklek (sandal kayu yang buat di dapur) teraih oleh sang Kakak; diayunkan tepat ke bagian belakang kepala si Adik…’Cethakk!!!’ dari bunyinya udah kebayang rasa sakitnya kayak apa. Akhirnya pertarungan ini dimenangkan oleh sang Kakak yang meninggalkan ruangan dengan wajah puas sementara adiknya tergeletak menangis kesakitan dengan telapak tangan yang mebalut kepalanya.
 Sendirian tengkurep di lantai dengan kepala benjol, kira – kira apa yang dirasakan si Kecl ini?
1. Sakit luar dan dalam
2. Kecewa karena kalah
3. Dendam
4. Marah, dan berbagai macam perasaan lainnya yang tidak terhitung jika diungkapkan dalam satu cerita.
 Apa yang harus dilakukan anak malang ini??? 
 Haruskan ia lari ke kamar dan gak pernah keluar sampai sang Kakak minta maaf? Tapi menurut sejarah, sang Kakak memang enggak pernah minta maaf atas keisengannya. 
 Atau mungkin marah pada sang Kakak dan minta pertanggungjawaban??? Mau marah apa enggak kayaknya enggak bakal ngefek ke sang Kakak, lagian minta pertanggungjawaban apa? Emang sang Kakak bisa mbetulin kepala benjol? No way!
 Ya udah, telpon Mama Papa aja gimana? Enggak mungkin! Belum tahu bakat sang Kakak kalo ngeles ma ortu..bisa senjata makan tuan kalo gini caranya!
 Atau…hmmm…itu botol apa ya??? Tiba – tiba pandangan si Kecil tertuju pada botol kecil dengan tutup warna merah bertuliskan “Pewarna Kue; Merah Tua” Huahuahua . . . “tiada ampun bagimu, kakak!”
 Tanpa pikir panjang, si Kecillangsung menuang isi botol itu ke kepalanya yang saat itu terlihat seperti buar pir. Nyesss…cairan merah langsung merembes; melumuri setiap helai rambutnya dan menjalar ke bajunya yang berwarna terang, bagaikan darah segar yang memancar keluar dari pembuluh darah.
 Di dalam, hatinya puas! Tapi di luar, wajah terluka dan kesakitan masih terekspose…hahaha…kira – kira gimana ya reaksinya?
 Dengan langkah sunyi, si Kecil menuruni tangga untuk menuju kamarnya, ia mengendap – endap mencari moment yang tepat untuk mempelihatkan dirinya yang udah kayak korban kecelakaan, hahaha…sang Kakak sedang nonton TV tuhh. Isakan tangis palsu mulai terdengar menggetarkan ruangan, pandangan sang Kakak akhirnya tertuju pada adiknya. TADAAA….
 Si Kecil berlari ke kamarnya; dengan cepat memendam mukanya ke bantal. Tiba – tiba muncul suara ayunan pintu terbuka.
 “Nis, maaf ya?” terdengar suara sang Kakak dengan nada menyesal.
 Tanpa mengangkat mukanya si Kecil langsung menjawab, “Enggak mau! Mbak Utik Jahat ma Nisa!”
 “Maaf, nis. Aku enggak akan ngulang lagi wis”
 “Dari dulu bilang kayak gitu tapi ngulangggg terus!” kata si Kecil sambil menaikkan wajahnya dari permukaan bantal. Sambil mengusap benjolan di kepalanya ia berkata, “Tuh, liat!!!”
 Melihat tangan si Kecil merah berlumuran ‘darah’ sang Kakak reflex berlutut dihadapan adiknya. “Hah? Nis, ayo ke Rumah Sakit! Maaf nis, ayo itu diobatin!”
 Dalam hati si Kecil ia sedang lonjak – lonjak dengan senang, menikmati tingkat kepuasan maksimal!!! Gimana enggak? Ini adalah moment berharga dalam hidupnya!
 “Enggak mau! Biar Mbak Utik dimarahin Papa nanti!!!”
 “Nisa, Mbak Utik minta maaf ya? Tadi lagi marah, maaf ya, nis? Ayo, itu diobatin”
 “Enggak mau!!!” teriak si Kecil. “Salah sendiri kenapa tadi mukul!!!”
 “Iya, nis, Mbak Utik minta maaf. Mbak Utik enggak bakal mukul lagi. Maaf ya, nis”
 Bagaikan seorang hakim yang sedang mengadili terdakwa, si Kecil tetap teguh pada pendiriannya; menolak untuk diberi pengobatan. Sampai akhirnya hatinya mulai luluh, sudah bosan dengan kepuasan. Menurut dirinya, membuat kakaknya bertekuk lutut dihadapannya, memohon pengampunan, itu sudah melebihi rekor dunia penyiksaan saudara…hahaha…
 Akhirnya,
 “Ya udah, Nisa maafin,” kata si Kecil. “Tapi jangan mukul lagi..!!”
 “Iya, nis..janji.. Sekarang diobatin yukk!”
 Si Kecil cuman tersenyum, “Udah enggak sakit kok”
 “Tapi diobatin, Nis..!! Itukan berdarah”
 “Enggak usah! Orang cuman benjol kok..” suara si Kecil mulai berubah, ada sedikit tawa yang tertahan di pita suaranya.
 “Lha itu?” sahut sang Kakak sambil menunjuk noda ‘darah’ di baju si Kecil.
 Si Kecil melihat ke bajunya; dengan tenang ia berkata, “Oh, ini? Inikan pewarna kue.”
 “Hah?! Terus? Berarti tadi?” sang Kakak melontarkan wajah tercengang dengan bingung.
 “Iya..cuman boongan!!!” jawab si Kecil dengan puas.
 Muka sang Kakak langsung merah menahan malu, di benak si Kecil, ia melihat semburan asap keluar dari telinga sang Kakak.
 “TAU GITU AKU GAK MINTA MAAP!!!!” sang Kakak langsung beranjak; diiringi suara pintu yang menggelegar, ia keluar kamar.
 Si Kecil berteriak, “HAHAHAHAHA!!!! INI BARU MENANGGG!!!”

 

Ada lagi kenangan bersama Mbak Utik yang enggak bisa dilupain…hahaha. Waktu SMP kelas 1, aku dapet motor baru; SupraX warna merah. Suatu sore yang cerah, kita lagi asyik – asyiknya test drive motor baru, biasalahhh. Waktu itu, yang nyetir Mbak Utik duluan, kita menelusuri jalan kampung yang berbatu – batu, sampai tiba – tiba motornya berhenti dan enggak mau jalan.

 “Lho, Nis? Ini kenapa?” Tanya Mbak Utik.
 Aku melihat ke bawah, “Enggak tahu. Kok tau – tau berhenti?” Setelah dilihat-lihat, “Mbak Utik, rodanya nyangkut. Ada batu tuh.”
 “Lha, terus gimana?”
 “Di gas aja, ntar juga jalan,” jawabku.
 Situasi seperti ini harap dilalui dengan ketenangan karena membutuhkan perkiraan jumlah gas yang cukup untuk terbebas dari batu tersebut. Namun, ternyata gas tidak cukup, kasus ini perlu perhatian ekstra.
 “Hah! Nis, Itu lihat!” kata Mbak Utik sambil menunjuk kea rah rumah dimana motor SupraX-ku nyangkut.
 Ternyata ada hewan berkaki empat yang sangat ditakuti Mbak Utik…Anjing.
 Mbak Utik langsung menggoyang-goyangkan motornya ke depan biar bisa jalan, tapi usahanya kurang memadai. Akhirnya, aku turun dari motor dan ndorong motornya dari belakang, tiba – tiba….WUZZZZZZZZ………………..motor melaju dengan cepat, Mbak Utik pergi dengan motor baruku tanpa melihat ke belakang. SIALAN…!!!
 “MBAK UTIK!!! MBAK UTIK!!!” setelah dipanggil-panggil, Mbak Utik tetep enggak balik. Sumpah sialan tu anak! Gak sadar adeknya ketinggalan!!! Udah dibantuin ndorong, malah pergi seenak jidatt!! Sial!
 Kesialanku belum berhenti disitu, tiba – tiba pandanganku terhenti di hewan berkaki empat tadi. Waduhh! Mati nihh!! Bayangin aja, sendirian di jalan setapak di pinggir sawah, having eye-contact sama anjing gahar! Jantung serasa mau mencuat keluar..!! Sialan banget ni kakak! Aku melihat kea rah anjing itu lagi, tau – tau anjingnya mulai ngonggong!!!
 “Gukk!! Gukk!!”
 Kakiku udah enggak bisa gerak, tapi tak paksa pelan – pelan jalan mundur. Wah, sial! Anjingnya ngikutin! Eh, parahnya lagi, ternyata gonggongan yang tadi itu bukan buat nakutin! Tapi itu ngonggongan yang buat manggil temennya!!!! GILA!!! Tau – tau ada dua anjing lagi dateng dan bareng – bareng jalan ke arahku. Sial nihh!!! Gimana coba!! Kalo lari malah dikejar, kalo enggak lari…huaaa…bingung!
 Ketiga anjing itu tetep jalan ke arahku, kayak di film – film itu…wah, jangan – jangan aku jadi mangsa nihh.. Sumpah ini kayak episode National Geographic di TV itu. Gila, gila, gila!!! Malah Mbak Utik enggak balik – balik lagi! Masa sekejam itu ma adiknya sendiri! Butuh waktu berapa lama sih biar sadar kalo adeknya ketinggal!!! Enggak ada orang lagi di sekitar sini!!!
 Busett..gak mungkin nihh..gak mungkin bertahan di posisi dikejar pelan – pelan sama anjing. Waduhh, gimana ya? Akhirnya, aku liat ke bawah, eh, ada batu…lumayan, senjata ringan biar anjingnya pergi. Tanpa pikir panjang, aku langsung ngambil sengenggam batu dan langsung tak lempar ke arah tu anjing! Sial..!! bukannya pergi, anjingnya malah ngonggong keras banget; buruknya, jalan ke arahku tambah cepet lagi! Arrrrggghhh!!! Denger temennya ngonggong, kedua anjing lainnya ikut ngonggong! Sialan!!!! Jangan ikut-ikutan dunk!!! Kan aku cuman ngelempar satu anjing, kok tiga-tiganya marah???!!! Kayaknya harus cari tempat yang ramai nihh..harus kembali ke jalan aspal yang saat itu letaknya lumayan deket, tinggal lari dikit. Tapi kalo lari, para anjing sialan ini pasti ngejar! Kakiku cuman dua, lha kakinya dia empat, ada tiga anjing lagi…jadi 12 deh! Sial..Sial..Sial..!!! Gimana nih!
 Gak ada pilihan lain…akhirnya aku memutuskan buat lari…Sengenggam batu yang udah tak peluk – peluk dari tadi akhirnya tak lemparin semua! Entah kena si Anjing ato enggak aku langsung lari..!! Karena ada distraction dari batu tadi, anjing – anjing ini larinya agak terlambat. Tapi tetep aja..aku ngos-ngosan lari tergopoh – gopoh kea rah jalan raya! Sampai tiba – tiba ada moncong roda yang kelihatan di tikungan jalan di depanku. Hah!!! Itu motorku!!!! Ada nenek sihir kejam yang naik di atasnya! Akhirnya balik juga ni anak!!! Mbak utik datangggg!!! Gak bisa ngebayangin betapa aku merasa terselamatkan!!! Aku langsung naik ke motor dan Mbak Utik ngebut menjauhi para anjing yang baru aja kehilangan mangsanya.
 “Darimana aja sihh!!! Lama bangettt!!! Aku dikejar anjing taukkk!!! Sial e, Mbak Utik itu!!” aku marah – marah ke Mbak Utik yang ekspresi mukanya enggak ada prihatinnya sama sekali.
 “Maaf, Nis,” katanya santai. “Aku enggak tau nek kamu turun.”
 Sambil terengah – engah aku bilang, “Kok enggak balik – balik!!! Kemana aja???”
 “Tak kirain kamu udah di rumah!”
 Sumpah! Bego banget! Mana bisa jalan ke rumah secepet itu! Yang pake motor kan Mbak Utik!! Sumpah! Logikanya dimana ituuu!!!!
 “Lagian kamu ngapain turun?” Mbak Utik malah mbentak.
 Arrrrggghhh! Ngajak ribut ni anak! “Ndorong motor!!! Emangnya tadi bisa jalan gara – gara apa!!!”
 Eh, seenak jidat Mbak Utik malah ketawa. “Hah? Iya to?” jawabnya. “Terus gimana tadi?”
 Haduuuhhh, males banget nyeritainnya…arrrggghhhh!!!

 

Bagi siapapun yang membaca, harap jangan ditiru. Pelaku semua hal – hal bodoh ini udah professional..!! Jadi jangan diterapkan dalam persaudaraan. Ini hanya segelintir kisah dari ribuan kenangan pasangan kakak beradik yang susah akur. Mulai dari sang Kakak yang punya phobia gelap dan phobia anjing, sampai si Kecil yang selalu menjadi korban keisengannya dan sekaligus menjadi pelindungnya dalam menghadapi bahaya seperti kegelapan (nemenin Mbak Utik tidur di malam hari). Banyak orang bilang, “harusnya yang kecil tuh yang jadi kakaknya”. Tapi menurutku, itu semua udah takdir. Mungkin sang Kakak punya keahlian lain yang enggak dimiliki si Kecil, seperti menyemangati saat si Kecil lagi down and troubled. Walaupun secara fisik si Kecil lebih besar dan kuat, secara batin mungkin sang Kakak lebih jago (enggak juga sih) Anyway,inilah kenangan kami, harap maklum…hahaha.

Saturday, January 29, 2011

Forever and Always


Seumur-umur baru sadar kalo dua kata ini beda banget, tapi apa bedanya? Gatau deh.. Kayaknya selama ini pengertianku fine – fine aja sampai ada sudut pandang lain yang berkata “orang itu gak selamanya …”
 “lho? Bukannya harusnya selalu ya?” kataku. “kan kalo selamanya itu berarti udah berakhir.”
 Sampai sekarang belum ketemu mana yang bener, hehe, emang gak penting soalnya.
 Menurut Cambridge Advanced Learner’s Dictionary, ada tiga pengertian buat njelasin ‘forever’
 
 For all time
  Very often
  For an extremely long time or too much time


 ‘Selamanya’ berati kita udah tau semuanya yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Haha..tapi kenapa selamanya juga bisa berati very often, contohnya: she’s forever telling him she’s going to leave him, but she never does.
 Always, ada yang bilang itu berasal dari all + ways = always…tapi kalo diartikan per kata gak nyambung. Sumber yang sama, ada tiga pengertian juga,
 
 Every time
  All the time
  Forever


 Kenapa ada forever di always, tapi gak ada always di forever? Tuh kan…ribet!  

 ‘Selalu’ itu berarti masih berlanjut, contohnya: I’ll always remember you atau I’ve always liked him. Tapi sama aja, konteksnya beda.
 “forever itu beda sama always” kataku.
 Sialnya kamu bilang, ”bahasa indonesia itu beda sama bahasa inggris”
 Arrrrggghhh! Tuh kan! Penyiksaan pikiran nih namanya... gimana ya njelasinnya? 

 Karena kamu bilang gitu, akhirnya aku mencari..hehe. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan,
 Selalu:
  senantiasa; selamanya; 
  sering; terus-menerus; tidak pernah tidak

 
 Selamanya:
  selalu


 TADAAA!!!...hasilnya beda... Ada selamanya di selalu dan ada selalu di selamanya. 
 Mana yang bener? Sebenarnya gak masalah, semua sama; mungkin kamu emang bener; tiap bahasa maksudnya beda- beda. Tapi setidaknya ada pengertian spesifiknya.

Bedain dua orang yang bilang,
”I love you forever.”
Sama
”Aku cinta kamu selamanya”
 
Apa dua kalimat tersebut maksudnya sama? Arrrggghhh, bingunggg..

Coba bandingin lagi!
”I always love you”
Sama
”Aku selalu cinta kamu”

 Entah sama atau enggak, sudut pandang orang beda – beda, mungkin orang lebih milih ’selamanya’ karena pendirian dan keyakinan yang kuat, atau mungkin dia pilih ’selalu’ karena ingin menikmati jalannya perasaan. Seperti dua hal yang gak bisa dipisahkan (tapi aku gatau contohnya) ’selamanya’ dan ’selalu’ akan saling berkaitan. Kamu bisa jadi ’selamanya’ aku jadi ’selalu’ atau sebaliknya...haha...karena yang paling adil adalah bilang, 

”I’ll love you forever and always”


Bitter End...


High School Chemistry Class, long time ago…
 “this is the general structure of peptide bond, where it also has amine group …” the teacher kept mumbling in front of the class as if everybody knew what she was talking about. Yeah, right! I had been listening for hours and all I could hear was just general structure and group.
 blah, blah, blah … she kept talking and talking, it’s frustrating me knowing that I got nothing from whatever she said. I bravely raised my hand, and she noticed.
 “yes?” she said
 “I have a question, do we get to see what it looks like?” I said firmly.
 “the what?” she asked again
 “whatever it is you’re talking about,” I said. “I mean, you keep talking about the bonds and groups, I’m just curious, does it really look like that?”
 “no, of course not. I only made this scheme so that you can understand it better,” she said.
 I could feel everyone’s eye on me as if I was the stupidest kid in the whole world, “I don’t see how the scheme made it understandable.”
 Then, I saw flames rooted on her eyes, “well, you shouldn’t imagine it exactly like that,” she answered. “we can’t really see the structure, we can just imagine.”
 “so, what you’ve been doing this whole time is telling us how to imagine a structure?” I asked again.
 “understand it! To be exact, “she said.
 Well, what do you know of teacher like that! “what’s the point of learning stuff if we can’t really see what it looks like.”
 The next thing I knew, I was arguing with that teacher who I’m considered as a witch in this class, I couldn’t see why she’s the favorite chemistry teacher, I never picked her!
 “yada, yada, yada, blah, blah, blah,” she kept telling me how stupid and incompetent I was. 
 “you know what, I think you should learn more by yourself, others need to finish this subject,” she finally said.
 Did she just ‘indirectly’ ask me to get out of the class? Perhaps the right statement in SHE KICKED ME OUT OF THE CLASS! Her furious tone sickened me, so I rose from the chair and headed to the door. Bye, my ‘lovely’ chemistry class…oh please, like I’m gonna miss it, no way!
 See my point? Wanna be a good teacher? Do not KICK OUT a curious and incompetent student!