Kesalahan utama bukan pada Dewi Amba. Ini semua karena sumpah sang Resi untuk tidak menikah dengan siapapun. Sumpah yang ia kumandangkan seraya petir menyambar. Amba tak dapat menahan hasratnya, sampai pada akhirnya Bisma harus membunuhnya.
Apa yang membuatku ingin seperti Amba? Jawabannya adalah karena kesabaran Amba menunggu sang Resi sampai akhir hayatnya. Supala sang Putri akan sukmanya yang akan bangkit kembali. Menjelma dalam tubuh Srikandhi, ia akan menjemput cinta matinya untuk hidup bersamanya di khayangan.
Oh, Amba, sebegitu cintakah engkau pada Bisma? Takdir atau kesadarankah yang menghasut Bisma untuk menunggumu di tengah Kurusetra saat Perang Bharatayuda berkobar?
Bismapun bertanya pada Sri Kresna, ”Kenapa Srikandhi itu adalah lelaki. Kenapa ia tak berwujud wanita seperti Amba? Kenapa sukma seorang putri yang cantik jelita harus bersembunyi di balik tubuh kekar Srikandhi?”
Sang Titisan Wisnu hanya menggeleng, ”Aku bukan Amba. Aku tak tau apa yang ada dalam pikirannya. Namun, menurutku, Amba mengerti dimana harga diri sang Resi tersakti ini bila ia tertakhlukkan oleh seorang wanita.”
Dapatkah engkau mencintai seseorang seperti Amba mencintai Bisma? Menunggu itu lelah...sangatlah lelah. Lalu mengapa Amba rela menunggu Bisma yang telah menyakiti hatinya bahkan sampai mengakhiri hidupnya? Tak dapat dibayangkan sebesar apa cinta Amba kepada Bisma. Mungkinkah seorang wanita di dunia ini dapat mencintai lelaki tanpa pamrih seperti apa yang Amba lakukan?
Sang Resi terbaring lemah pada panah – panah yang menopang tubuhnya yang tak menyentuh tanah. Saat seluruh panca indranya dipusatkan ke satu tujuan menghadap Hyang Kuasa, datanglah Amba.
”Belum puaskah anda melihat penderitaanku begini sebagai hasil supatamu dahulu, Amba?” ujar sang Resi.
Dewi Amba, dengan bibir tersenyum, matanya menatap dengan sayu. ”Bahkan aku merasa menyesal. Maafkanlah aku, kanda.”
Dimana letak hati sang Resi ini? Tidakkah dia sadar bahwa Amba sangat mencintainya? Mungkin ia sadar, namun ia juga masih ingat akan supatanya dahulu.
Apa yang membuatku ingin seperti Amba? Jawabannya adalah karena kesabaran Amba menunggu sang Resi sampai akhir hayatnya. Supala sang Putri akan sukmanya yang akan bangkit kembali. Menjelma dalam tubuh Srikandhi, ia akan menjemput cinta matinya untuk hidup bersamanya di khayangan.
Oh, Amba, sebegitu cintakah engkau pada Bisma? Takdir atau kesadarankah yang menghasut Bisma untuk menunggumu di tengah Kurusetra saat Perang Bharatayuda berkobar?
Bismapun bertanya pada Sri Kresna, ”Kenapa Srikandhi itu adalah lelaki. Kenapa ia tak berwujud wanita seperti Amba? Kenapa sukma seorang putri yang cantik jelita harus bersembunyi di balik tubuh kekar Srikandhi?”
Sang Titisan Wisnu hanya menggeleng, ”Aku bukan Amba. Aku tak tau apa yang ada dalam pikirannya. Namun, menurutku, Amba mengerti dimana harga diri sang Resi tersakti ini bila ia tertakhlukkan oleh seorang wanita.”
Dapatkah engkau mencintai seseorang seperti Amba mencintai Bisma? Menunggu itu lelah...sangatlah lelah. Lalu mengapa Amba rela menunggu Bisma yang telah menyakiti hatinya bahkan sampai mengakhiri hidupnya? Tak dapat dibayangkan sebesar apa cinta Amba kepada Bisma. Mungkinkah seorang wanita di dunia ini dapat mencintai lelaki tanpa pamrih seperti apa yang Amba lakukan?
Sang Resi terbaring lemah pada panah – panah yang menopang tubuhnya yang tak menyentuh tanah. Saat seluruh panca indranya dipusatkan ke satu tujuan menghadap Hyang Kuasa, datanglah Amba.
”Belum puaskah anda melihat penderitaanku begini sebagai hasil supatamu dahulu, Amba?” ujar sang Resi.
Dewi Amba, dengan bibir tersenyum, matanya menatap dengan sayu. ”Bahkan aku merasa menyesal. Maafkanlah aku, kanda.”
Dimana letak hati sang Resi ini? Tidakkah dia sadar bahwa Amba sangat mencintainya? Mungkin ia sadar, namun ia juga masih ingat akan supatanya dahulu.
Amba hanya berkata, ”Itu sumpahmu di alam kasar. Di Alam nirwana sumpahmu sudah tak berlaku lagi.”
”Walaupun begitu aku tidak akan mungkin bersatu denganmu, karena di alam khayangan aku telah mempunyai pasangan. Akulah titisan Wasu Dhayu.”
”Aku tidak peduli akan titisan itu, kau harus menebus kesalahanmu, kanda.”
”Kesalahan apalagi yang pernah kulakukan terhadapmu, Amba?”
Amba hanya tersenyum, seakan – akan ia telah terbiasa dengan ketidak pekaan seorang lelaki. ”Bukankah kanda telah menewaskan Prabu Salwa, pujaanku dalam sayembara dahulu.”
Bisma hanya menatapnya, tak mengira bahwa Amba masih mengingat semua kejadian itu.
”Oleh karena itu, kandalah yang harus menggantikan sebagai pasanganku. Mau tidak mau kanda harus bersatu denganku di alam mana pun kita berada.”
Setelah membaca cerita ini, mungkin akan terjadi perdebatan antara wanita dan pria. Mana yang lebih mencintai dan mana yang lebih dicintai. Siapa yang memberi dan siapa yang diberi? Harus diakui bahwa tidak semua wanita dapat mencapai puncak kesabaran setinggi Dewi Amba. Apakah semua lelaki akan bersikap seperti Bisma untuk menghadapi seseorang yang sangat menyayanginya? Mungkin tidak semua lelaki.
Semua bergantung pada kita. Cerita ini bukanlah sebuah pedoman untuk membangun suatu hubungan, cerita ini hanyalah sebuah contoh bagaimana kesabaran berlapis cinta dapat meluluhkan hati seorang ksatria.
”Walaupun begitu aku tidak akan mungkin bersatu denganmu, karena di alam khayangan aku telah mempunyai pasangan. Akulah titisan Wasu Dhayu.”
”Aku tidak peduli akan titisan itu, kau harus menebus kesalahanmu, kanda.”
”Kesalahan apalagi yang pernah kulakukan terhadapmu, Amba?”
Amba hanya tersenyum, seakan – akan ia telah terbiasa dengan ketidak pekaan seorang lelaki. ”Bukankah kanda telah menewaskan Prabu Salwa, pujaanku dalam sayembara dahulu.”
Bisma hanya menatapnya, tak mengira bahwa Amba masih mengingat semua kejadian itu.
”Oleh karena itu, kandalah yang harus menggantikan sebagai pasanganku. Mau tidak mau kanda harus bersatu denganku di alam mana pun kita berada.”
Setelah membaca cerita ini, mungkin akan terjadi perdebatan antara wanita dan pria. Mana yang lebih mencintai dan mana yang lebih dicintai. Siapa yang memberi dan siapa yang diberi? Harus diakui bahwa tidak semua wanita dapat mencapai puncak kesabaran setinggi Dewi Amba. Apakah semua lelaki akan bersikap seperti Bisma untuk menghadapi seseorang yang sangat menyayanginya? Mungkin tidak semua lelaki.
Semua bergantung pada kita. Cerita ini bukanlah sebuah pedoman untuk membangun suatu hubungan, cerita ini hanyalah sebuah contoh bagaimana kesabaran berlapis cinta dapat meluluhkan hati seorang ksatria.
wah wah wah pengalaman pribadi kul???
ReplyDeletehehehe...
ReplyDeletegatau,,,
wew. itu yang km ceritain kemaren ya mb???
ReplyDeletehehe. pengalaman pribadiii..!
numpang translate donk? hehe
ReplyDelete"ku termenung di sudut jantung kota
memandangi wajahmu dalam bayang
tak ingin ku berkata
tak ingin ku beranjak
waktu pun trus berputar
bayangmu pun tak kunjung hilang
ku pun membiarkannya
menghiasi relung kalbuku yang paling dalam
ku ingin kau selalu ada di sisiku
ingin, ingin, sangat
namun,
ku hanya terdiam tanpa arah
dan ku hanya angin kau tahu
bahwa ku mencintaimu apa adanya
bersamamu ku akan selalu menjagakicauan hati yang bergejolak"